Beberapa hari menjelang Idul fitri, mengingatkan pada tradisi Nyekar. Yaitu ziarah kubur menjelang Idul Fitri sambil membawa bunga Telasih. Mungkin karena bunga itu tradisi tersebut disebut nyekar, sekar artinya bunga.
Di kalangan cucu-cucu Mbah Abdul Hadi, tradisi ini seperti sangat istimewa, mempunyai nilai sakral dan kekeluargaan yang mendalam.
Siang hari sebelum lebaran, para cucu dan cicit berkompetisi cepet-cepetan ke makam untuk membersihkan makam dan merapikannya. Kebetulan makan keluarga bani Abdul Hadi yang di Kajen berdekatan, sehingga mereka bisa membersihkan makam sekaligus. Mereka sudah beli bunga telasih dan diperciki air biar tidak kering dipotong rapi untuk ditaruh berjejer di atas makam. Almarhum Pakde Muh (Ma'mun Muzayyin) selalu mengingatkan "Kalau membersihkan makam jangan dibabat semua rumputnya, tapi rapikan saja karena rumput-rumput itu juga seperti bunga telasih yang kalian bawa, ikut mendoakan kepada penghuni makam".
Sore menjelang Maghrib, prosesi nyekar ini semakin seru. Kalau siangnya yang datang ke makan adalah pasukan kebersihan, yang terdiri dari cucu-cucu junior, sorenya hampir semua cucu-cucu senior yiatu para kiyai, pendekar, pengusaha, semua muncul di makam. Saat itu adalah momen yang penting, karena sebelum acara puncak yaitu Tahlil bersama, dijadikan kegiatan silaturrahmi pra lebaran dan saatnya para sesepuh mengulas sekilas sejarah mbah-mbah terdahulu dan menjelaskan hubungan kekerabatan mereka dengan yang masih hidup. Momen itu bener-bener seperti pertemuan dan silaturrahmi tahunan antara para cucu Mbah Abdul Hadi yang masih hidup dan para kakek-nenek dan famili yang telah tinggal di alam lain.
Sore menjelang Maghrib, diadakan Tahlil bersama. Sebelum memimpin Tahlil, ada pesan singkat dari Almarhum Pakde Muh. Beliau jongkok di samping makam dan sesekali merapikan rumput yang kurang rapi seraya menyampaikan pesannya "Kita akan tahlil mendoakan mbah-mbah kita, sedulur-sedulur semua yang mendahului kita. Memang apa yang kita lakukan ini, tidak ada gunanya menurut Imam yang kita anut, yaitu Imam Syafii. Imam Syafii mengatakan membaca untuk orang yang meninggal tidak sampe pahalanya. Tapi kita ikuti pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa membaca dan berdoa untuk orang yang meninggal pahalanya sampai insya Allah".
Kita pun lalu Tahlil bersama sebelum pulang untuk menikmati buka terakhir sambil mendengar lantunan bedug bertalu-talu tanda lebaran tiba.Mari di akhir Ramadhan ini, jangan lupa kita kirim doa dan tahlil untuk mbah-mbah dan saudara-saudara kita yang telah mendahului kita…
Muhammad Niam Sutaman
Tags:
Kegiatan